BELAJAR-MENGAJAR DARING JANGAN TERSESAT DI ALAT
.png)
Tulisan ini merupakan ringkasan dari paparan Bapak F.X. Ouda Toda Ena, M.Pd., Ed.D. dalam webinar/Bincang Pendidikan: Belajar Mengajar Daring, yang diselenggarakan Univeritas Sanata Dharma 07 Agustus 2020 lalu. Beliau mengawali pembicaraan dengan mengangkan situasi di awal masa pandemi Covid-19 tentang adanya banyak orang protes terhadap layanan pendidikan pada saat itu. Bukan hanya mahasiswa protes, siswa protes, orangtua, bahkan guru dan dosenpun ikut protes. Mengapa hal itu terjadi? Siapa yang salah dalam kondisi seperti itu? Lantas bagaimana solusinya?
Beliau mengatakan secara singkat bahwa hal itu terjadi terutama karena adanya perbedaan persepsi tentang makna belajar. Guru dan orangtua tidak memiliki persepsi tentang apa makna belajar. Demikian juga mahasiswa dan siswa. Maka ketika ditanya siapa yang salah, tidak ada jawabnya. Lantas solusinya bagaimana? Ya semua harus kembali pada makna belajar.
Makna Belajar
Ada dua istilah yang ditemukan dalam bahasa Jawa (diletakkan dalam konteks webinar, Sanata Dharmaada di Yogyakarta) terkait dengan makna belajar. Kedua istilah itu ialah “ngangsu kawruh” dan “ngelmu iku kelakone kanthi laku”. Dalam serat Wedhatama abat 18 dipahami bahwa ilmu itu diperoleh dengan pengalaman, “ngelmu iku kelakone kanthi laku”. Ilmu yang dimaksud bukan sekedar pengetahuan (intelektual) namun juga menyangkut moral dan budi pekerti. Oleh karena itu untuk mendapatkan ilmu itu tidak cukup hanya duduk di bangku kelas. “kelakone kanthi laku” mau mengatakan bahwa untuk memperoleh ilmu dibutuhkan melalui proses. Ilmu itu diperoleh dengan puasa atau tapa brata, dan dipraktikkan dalam kehidupan. Maka ketika belajar tidak menghafal, tidak berhenti pada pemahaman seperti belajar Matematika, Biologi, atau Fisika. John Dewey mengartikan istilah tersebut dengan “learning by doing”.
Isitilah yang kedua belajar itu dipahami sebagai “ngangsu kawruh” (menimba pengetahuan). Seperti orang menimba, mengambil air menggunakan ember dan tali, belajarpun merupakan aktivitas, kerja. Tidak ada yang namanya belajar lalu berdiam diri, tidak melakukan apa-apa. Robert Gagne mengartikan belajar sebagai “a change in human disposition or capability that persists over a period of time and is not simply ascribable to processes of growth (perubahan dalam diri manusia atau kemampuan adalah proses pertumbuhan). Sedangkan Richard Gross, 2011 mengatakan “Learning is the process of accuiring new understanding, knowledge, behaviors, skills, values, attitudes, and preferences (belajar adalah proses mendapatkan pemahaman, pengetahuan, perilaku ketrampilan, nilai-nilai, sikap dan preferensi. Kedua tokoh tersebut menjelaskan belajar sebagai sebuah proses.
Bagaimana guru dan siswa berperan dalam proses belajar daring?
Dalam masa pandemi tampak nyata perbedaan persepsi tentang makna belajar ini dalam masyarakat kita. Siswa merasa tidak belajar, rapi guru merasa sudah mengajar. Orangtua merasa tanggungjawab mengajar ada di guru, maka ketika anak di rumah dan bertanya macam-macam dan orangtua tidak tahu maka yang disalahkan gurunya.
Peran siswa, sebagaimana dalam makna “ngangsu kawruh” tadi, adalah subjek yang belajar. Belajr bukan proses transfer ilmu. Siswa harus aktif, menimba berarti bekerja, bergerak, berktivitas. “ngelmu iku kelakone kanthi laku”, ilmu akan didapat dengan laku, berjalan, artinya harus beraktivitas. Maka dalam proses belajar siswa harus mampu menjadi partisipan yang aktif.
Sedangkan guru merupakan resource person/narasumber, fasilitator, empowering/memberdayakan, bukan evaluator atau tester. Hal ini harus seiring dengan tujuan belajar. Tujuan pendidikan adalah common good bukan menyiapkan siswa menjadi pekerja. Guru hendaknya bisa menjadi inspirator bagi siswa dalam belajar, khususnya di masa seperti sekarang ini.
Peran Teknologi
Peran teknoogi hanya membantu peristiwa belajar menjadi lebih baik. teknologi membantu tercapainya tujuan dengan lebih efisien dan efektif. Maka jangan sampai keasyika dengan teknologi lalu lupa tujuan belajar. Bagaimana memanfaatkan terknologi dalam proses pembelajaran online.
Pak Toda Ena menjelaskan proses belajar daring dalam kacamata ajaran Ki Hajar Dewantara, “ing ngarso sung tulodo, ing mado mangun karso, tut wuri handayani”.
Pertama, “ing ngarso sung tulodo”, didepan menjadi teladan, contoh dan panutan. Yang dilakukan oleh guru adalah memberi informasi, memberikan data kepada siswa. Daya yang disampaikan secara daring hendaknya tekstual, visual, audio, video, multi moda. Ini baru langkah pertama. Jik guru menggunakan Youtube, maka itu baru berada dalam level ini.
Kedua, “Ing madyo mangun karso”. Guru di antara siswa membangun kehendak. Peran guru membangun pengetahuan dengan interaksi efektif, supaya informasi atau data berubah menjadi pengetahuan dan akan lebih baik lagi jika berubah menjadi inspirasi. Jadi harus ada interaksi antara guru dan siwa, karena ini dirindukan siswa. Maka harus ada fasilitas personal chat, group chat, dan konferensi video seperti zoom. Dengan kata lain harus ada komunikasi yag aktif dan efektif.
Ketiga, “tut wuri handayani”. Guru mampu memberdayakan siswa. Siswa membutuhkan umpan balik dari guru. Langkah pertama dan kedua berjalan bagus, tapi tanpa diserta langkah ketiga proses belajar daring akan kehilangan makna. Guru harus bisa memberikan feedback, memberikan umpan balik yang bermakna. Tidak salah guru memberi tugas, tetapi bagaimana siswa diberi umpab balik, sehingga tugas yang diterimanya menjadi bermakda dalam proses belajar mereka. Umpan balik bisa disampaikan dengan menggunakan chat, video, deskripsi remidi, atau nilai/deskripsi capaian. Memberikan tanggapan “ini sudah bagus”, “yang ini perlu dikembangkan…” dan seterusnya adalah bagian dari proses memberikan umpan balik yang akan membuat siswa semakin memaknai proses belajar daring.
Dengan kata lain agar proses belajar dalam masa pandemi ini sungguh memperoleh makna ketiga hal tersebut harus terjadi secara simultan yakni guru memberi contoh, informasi, dan data kepasa siswa, guru membangun interaksi, melakukan diskusi dengan siswa, dan harus terjadi umpan balik yang bermakna. Jika ketiga hal tersebut terlaksana dengan baik, percayalah pembelajaran daring akan sungguh memberi makna bagi siswa yang sedang belajar.